Jul 4, 2011

SEJARAH ZAKAT DARI ZAMAN PRA- ISLAM

| No comment
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamua’alaikum Warrahmatullahi Wabarokaatuh....

Zakat, pada umumnya hanya dikenal ummat muslim, tetapi sebenarnya dari zaman sebelum islam turun, Setiap agama mengajarkan umatnya untuk senantiasa peduli terhadap orang-orang miskin.
Kata ‘zakat’ secara etimologis (bahasa) berarti suci, berkembang, dan barokah. Dalam surah Maryam ayat 13, digunakan kata ‘zakat’ dengan arti suci. Kemudian, dalam surah Annur ayat 21, digunakan kata ‘zaka’ yang berarti bersih (suci) dari keburukan dan kemungkaran.Dan, pada surah Attaubah ayat 103, digunakan kata ‘tazakki’ dengan arti menyucikan dan dapat berarti menyuburkan dan mengembangkan karena mendapat barokah dari Allah.
Menurut istilah fikih, zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam syara.
Dalam Islam, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua hijriyah. Meskipun dalam Alquran, khususnya ayat-ayat yang diturunkan di Makkah (Makkiyah), zakat sudah banyak disinggung, secara resmi baru disyariatkan setelah Nabi Muhammad SAW hijrah dari Makkah ke Madinah.
Pra-Islam
Menurut Ahmad Azhar Basyir, zakat sudah pernah dilaksanakan sebelum kedatangan agama Islam. Kegiatan yang dilakukan yang berbentuk seperti zakat telah dikenal di kalangan bangsa-bangsa Timur kuno di Asia, khususnya di kalangan umat beragama.
Hal ini terjadi atas adanya pandangan hidup di kalangan bangsa-bangsa Timur bahwa meninggalkan kesenangan duniawi merupakan perbuatan terpuji dan bersifat kesalehan. Sebaliknya, memiliki kekayaan duniawi akan menghalangi orang untuk memperoleh kebahagiaan hidup di surga.
Dalam syariat Nabi Musa AS, zakat sudah dikenal, tetapi hanya dikenakan terhadap kekayaan yang berupa binatang ternak, seperti sapi, kambing, dan unta. Zakat yang wajib dikeluarkan adalah 10 persen dari nisab yang ditentukan.
Bangsa Arab jahiliyah mengenal sistem sedekah khusus, sebagaimana disebutkan dalam Alquran surah Al-An’am ayat 136. Dan, mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata, sesuai dengan persangkaan mereka, ”Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami.” Maka, saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah dan yang diperuntukkan bagi Allah akan sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu.”
Miskin adalah budak
Menurut Yusuf Al-Qaradhawi, bentuk-bentuk zakat juga pernah dilakukan pada zaman dahulu kala. Orang-orang kaya dulu memiliki kepedulian terhadap orang-orang miskin.
Mengutip pernyataan Prof Mohd Farid Wajdi, pengarang Dairah al-Ma’arif al-Qarn al-Isyrin , Al-Qaradhawi mengatakan, ”Pada bangsa apa pun peneliti mengarahkan perhatiannya, ia hanya akan menemukan dua golongan manusia yang tidak ada ketiganya, yaitu golongan yang berkecukupan dan golongan yang melarat. Golongan yang berkecukupan selalu semakin makmur dan yang melarat semakin kurus hingga tercampak ke tanah.”
Di Mesir kuno yang merupakan surga dunia ketika itu, apa saja tumbuh sehingga penduduknya dapat makan. Tapi, golongan miskin tidak bisa mendapatkan apa-apa. Ketika terjadi kelaparan pada masa Dinasti XII, orang miskin menjual diri mereka kepada orang kaya sehingga mereka makin susah dan banyak yang dijadikan budak.Di Babilonia (Persia), keadaan sama persis dengan Mesir. Di Yunani, orang kaya hanya meninggalkan tanah-tanah yang tidak bisa ditanami lagi oleh orang melarat.
Di Athena, orang kaya menilai, orang miskin bisa dijadikan budak apabila tidak mampu mempersembahkan hadiah kepada majikannya. Sedangkan, di Roma, orang kaya melakukan diskriminasi terhadap rakyat kecil. Mereka tidak akan diberi makan sebelum bekerja keras. Bahkan, ketika kekaisaran Romawi hancur dan digantikan dengan kerajaan Eropa, nasib orang miskin juga semakin parah. Mereka diperlakukan seperti binatang.
Perhatian agama
Pada dasarnya, semua agama, Samawi (langit) maupun Ardhi (agama ciptaan manusia), memiliki perhatian dan kepedulian terhadap orang miskin. Semua agama memandang, tanpa persaudaraan antara yang kaya dan miskin, tidak akan terwujud kesejahteraan masyarakat. Mereka saling membutuhkan sehingga tercipta keserasian dan keseimbangan.
Di lembah eufrat (Tigris) sekitar 4000 tahun Sebelum Masehi (SM) ditemukan seorang tokoh yang punya kepedulian dalam masalah sosial. Namanya Hammurabi, orang pertama yang menyusun peraturan-peraturan tertulis–dan masih bisa dibaca sekarang ini–berkata bahwa Tuhan mengirimnya ke dunia ini untuk mencegah orang-orang kaya bertindak sewenang-wenang terhadap orang lemah, membimbing manusia, dan menciptakan kemakmuran buat umat manusia.
Dan, beribu tahun sebelum masehi, seperti dikatakan Karel Sjobanz, orang Mesir kuno selalu merasa menyandang tugas agama sehingga mengatakan, ”Orang lapar, aku beri roti. Orang yang tidak berpakaian, kuberi pakaian. Kubimbing kedua tangan orang-orang yang tidak mampu berjalan ke seberang dan aku adalah ayah bagi anak-anak yatim, suami bagi janda-janda, dan tempat menyelamatkan diri bagi orang-orang yang tertimpa hujan badai.”
Dan, agama-agama langit tentu saja lebih kuat dan lebih dalam lagi mendorong tingkat kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Agama mengajarkan orang yang mampu untuk menolong yang miskin, yang kuat menolong yang lemah, dan yang sehat menolong yang sakit.
Dalam Alquran, disebutkan, para nabi dan rasul yang diutus oleh Allah diperintahkan untuk mengajak masyarakat mengerjakan perbuatan kebajikan, mendirikan shalat, dan membayar zakat. Dalam surah Al-Anbiya ayat 73, dijelaskan, ”Kami jadikan mereka pemuka-pemuka yang memimpin menurut perintah Kami. Kami wahyukan kepada mereak agar melakukan perbuatan baik-baik, dan mendirikan shalat, membayar zakat, dan menyembah kepada Kami (Allah).”
Lalu, pada surah Maryam ayat 54, Allah berfirman, ”Ceritakanlah Ismail dalam kitab Alquran, sungguh ia berpegang setia pada janji-janjinya; ia seorang rasul, seorang nabi. Ia selalu menyuruh keluarganya shalat dan berzakat. Dan, ia dirdhai oleh Tuhan.’Perintah serupa juga disampaikan kepada Nabi Isa AS. ”Dan, Tuhan memerintahkan kepadaku agar mendirikan shalat dan membayar zakat selama aku hidup.” (QS Maryam: 31).
Kepada Bani Israil. ”Dan, sungguh Allah telah menambil perjanjian dari Bani Israil dan Kami angkat di antara mereka 12 pemimpin. Allah berfirman, ‘Sungguh AKu bersama kalian. Bila kalian mendirikan shalat, menunaikan zakat, beriman kepada rasul-rasul-Ku dan membantu mereka, serta meminjami Allah pinjaman yang baik, pasti Kuampuni kesalahan-kesalahan kalian dan Kumasukkan kalian ke dalam taman-taman yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Tetapi, barang siapa di antara kalian ingkar sesudah itu, ia sungguh sesat dari jalan yang lurus’.” (QS Almaidah: 12).
Begitu juga dalam kitab Taurat disebutkan, ”Barang siapa menyumbat telinganya akan tangis orang miskin, ia pun kelak akan berteriak, tetapi tiada yang mendengar akan suaranya. Dengan persembahan yang sembunyi, orang akan memadamkan murka. Orang yang baik matanya itu akan diberkati karena ia telah memberikan rotinya kepada orang miskin.” (Taurat, surat Amsal pasal 21-22).
Begitu juga dalam Injil, banyak perintah-perintah Allah bagi umat Nasrani agar memiliki kepedulian sosial terhadap orang-orang miskin.Dengan berbagai keterangan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya tidak ada satu agama pun di dunia ini, baik agama ardhi (bumi) maupun Samawi (langit), yang tidak memerintahkan dilaksanakannya kewajiban berzakat untuk membantu fakir miskin. Bahkan, kegiatan sosial ini sudah ada sejak zaman dahulu kala. sya/berbagai sumber
REPUBLIKA, Minggu, 19 Juli 2009
Tags :

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas komentar anda

Join Twitter

Like Facebook

APP BAZMA FOR ANDROID

Copyrights © 2022 | All Rights Reserved | Bazma Asset 2
Copyrights © 2019 | All Rights Reserved | Bazma PHR Zona 4
Back to top